Sabtu, 12 Desember 2015

Jalan-jalan ke Taman Konservasi Amorphophllaus ( Bunga Bangkai) di desa Tebat Monok kabupaten Kepahiang, Bengkulu




Musim penghujan di Bulan Desember ini merupakan waktu yang  baik untuk tumbuh-tumbuhan tumbuh subur. Termasuk si Cantik yang berbau khas ini, yakni bunga Amorphophallus, tumbuhan yang  sering disebut Bunga Bangkai ini merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang termasuk dalam family Araceae atau bahasa gaulnya talas-talasan. Nah ternyata nih gaes tumbuhan ini memiliki 170 lebih spesies yang tersebar mulai dari Afrika hingga Papua Nugini, atau termasuk tumbuhan yang hanya tumbuh didaerah tropis, persis  seperti di salah satu tempat Konservasinya, yakni  di Desa Tebat Monok, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu. Beberapa hari yang lalu saya sengaja pergi ke Kabupaten yang berjarak kurang lebih 52 KM dari kota Bengkulu ini ( belum pernah ngitung men, jadi kira-kira jaraknya segitu deh hehe), untuk melihat secara langsung bunga asli Sumatera ini. Oh ya di Amorphophallus Conservation Park   milik Pak Holidi ini katanya memiliki 7 Spesies, satu belum tau jenis apa, (tapi aku lupa kata bapak ada 7, belum tau jenisnya satu, berarti ada 6 spesies dong ya? Tapi yang aku baca di  spanduk disana  baner disana ada 5?  Heeee sorry ya kalao kurang valid infonya). Nah dari baner yang aku baca “Berdasarkan analsis komunitas Taman Konservasi Amorphophalus, yakni yang dilakukan rekan-rekan dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi  Bandung ( SITH- ITB), yang mengadakan sensus terhadap Amorphophalus ini, ditemukan sebanyak 5 spesies Amorphophallus, yaitu gigas, muelleri, titanum, paeoniifolius dan variabilis, yang tersebar di 45 titik dalam area seluas .
Perlu untuk diketahui  nih  Bunga Bangkai memiliki bentuk yang berbeda satu sama lainnya (berdasarkan spesies), si cantik titanum, merupakan bunga yang terbesar di Dunia, Kelompok bunga ini, memiliki siklus hidup yang unik karena vase vegetativnya tumbuh secara  bergantian dengan fase generative dari satu umbi yang sama.  
Amorphophalus titanum yang baru akan mekar

Amorphophalus titanum yang telah mekar kurang lebih 4 hari


Batang dari Amorphophallus Gigas sebelum mati dan tumbuh menjadi bunga

Batang Amorphophallus titanum sebelum mati dan tumbuh menajdi bunga, bercorak bintik-bintik kehijauan

Amorphophalus titanum

 Kata pak Holidin, dulu  beliau sempat  memotong umbi dari si Amorphophallus ini menjadi  ratusan bagian, karena memang si Amor ini merupakan tumbuhan umbi-umbian jadi gampang binggo kalo mau di kembangbiakkan.
Oh ya, yang hampir mirip dengan titanum ini adalah Gigas, tapi kata Pak Holidin yang bunganya lebih gede tetep titanum,  si Gigas ini merupakan jenis langka, batangnya berbintik-bintik butih dan cendrung memiliki tekstur yang lebih kasar. Sedangkan titanum batangnya berbentik-bintik kehijauan dan tekstur batangnya lebih halus, sehalus kulit akuuu hihi…
Beda lagi dengan Amorphophallus jenis variabilis, yakni lebih kecil,  kira-kira segede  satu buah bongkol kol yang paling gede. Saat aku berkunjung kebetulan ada 2 bunga yang sedang mekar, tapi yang satnya sudah mulai layu.
duo bangke hahaha bukan aku yang banke, tapi dibelakang aku ada si titanum yang bangke

Tita teman kampus aku

Pengunjung dari PU PPusat, kebetulan melintasi jalan lintas Kepahiang - Bengkulu

Taman Konservasi Amorphophalus

Diantara banyak bunga Amorphophalus yang ada disni, aku paling suka yang jenis paeoniifalius, karena bentuknya yang simple, kecil, dan enak banget buat dimakan, eeh bercnda…. Hehehe, bentuknya kira sperti bunga terompet, atau bunga tulip, atau bunga kuping gajah (mungkin hehe), tingginya kira-kira 15 cm. batangnya juga kecil, motifnya hampir sama dengan titanum versi mini. 
Bunga yang paling aku suka
Namun sayang, si cantik ini, belum mendapatkan perhatian dari pemerintah Bengkulu, eh malah orang-orang dari Luar kota dan luar negri yang lebih menaruh simpatik pada bunga ini, seperti teman-teman dari LIPI dan IPB, dan tamu-tamu dari manca Negara seperti Korea Selatan dsb (karena banyak aku  kaga hapal ).
Jangankan pemerintah provinsi Bengkulu khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bengkulu, masyarakatpun hanya sebgaian saja yang antusias dengan keberadaan puspa langka ini. konon katanya (pak Holidin)
Bunga Bangkai ini saat masih di rawat di kediaman beliau (belum di taman konservasi ini), bunga ini sempat ditebang oleh masyrakat, katanya sih masyarakat merasa terganggu dengan baunya. Yaiyalah namanya aja bunga bangke kan ya, tapi ga giitu juga kali, justru kita harus bersama-sama melestarikan dan merawat bunga ini, bila perlu dibuat taman konservasi lainnya khusus untuk Amorphophalus dan Bunga Rafflesia, karena kebetulan dua puspa langka ini memiliki habitat yang cukup banyak di beberapa daerah di Bengkulu, kan sayang kalau tidak dilestarikan, seharusnya, itu bisa menjadi salah satu destinasi wisata alam yang mampu menarik pawa wisatawan untuk berkunjung ke Provinsi Bengkulu, karena tanah Bengkulu ini merupakan tanah yang subur, dan merupakan  daerah tropis yang bagus untuk pertumbuhan bunga-bunga langka tersebut, syangnya lagi minim perhatian dan promosi dari pemerintah, padahal mereka bilang “katanyaa” iconnya Bengkulu itu Rafflesia dan Bunga Bangkai, tapi kayaknya sebatas kata-kata doang. Tapi mudah-mudahan setelah membaca tulisan ini, yang merasa disenggol disni, tidak hanya marah-marah akan tetapi lebih sadar, dan tergerak hatinya untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan puspa-puspa langka ini, khususnya pemerintah.

Okeh kita balik lagi ngomongin si Bunga Bangkai, nah ini yang mungkin harus diluruskan, masih ada saja masyarakat yang masih bingung membedakan antara mana bunga Bangkai dengan Bunga Raffleisa, perlu diketahui sebelumnya aku sudah menjelaskan macacm-macam spesies dari amorphophalus, baik kita ambil contoh saja Amorphophalus titanum dengan Rafflesia, titanum, memiliki bentuk bunga yang sangat besar dan tinggi, tingginya bisa mencapai 2 meter, dan memiliki bau yang sangat menyengat bila sedang mekar, bunganya berwarna keunguan, sedang Rafflesia, berwara kemerahan, dengan bercak-bercak, umumnya memiliki kelompak sebnyak 5, bunganya rendah namun besar dan lebar,dan pastinya bunga Rafflesia tidak berbau. So jangan salah lagi ya untuk penyebutan bunga bangkai dan bunga Rafflesia.
Nah bagi kamu yang ingin berkunjung kesini, gampang banget nemunya,berada di Desa Tebat Monok, kabupaten Kepahiang, Bengkulu, Berada di KM 52 (kalo ga salah), dipinggir jalan tepatnya jalan lintas Kepahiang- Bnegkulu, Tanya aja Konservasi Bunga Bangkai punyanya pak Holidin, yang di tinggal di perumahan SLB Kepahiang.  Buka setiap hari, tempatnya bagus sekali untuk kamu yang ingin menambah pengetahuan mengenai puspa langka, biaya masuknya sukarela,  aku beruntung banget bisa langsung dipandu oleh Pak Holidin, orangnya baik sekali dan sangat terbuka.Dengan sabar beliau menemani kami berkeliling taman Konservasinya. Jangan bayangkan tamannya sudah selengkap seperti di kebun Raya Bogor, Taman ini, dibuat di  tanah pribadinya sendiri, seperti kebun, tapi sudah dibersihkan, lahannya miring, karena berada di pegunungan, bagian bawahnya dialliri sebuah anak sungai, jadi ada bunyi-bunyi gemericik angin, asri, alami, ga nyesel kesini. Bagi kamu yang butuh info lebih lanut silahkan hubungin Pak Holidin di 0852 736 939 69. #PUSPALANGAKA

Jumat, 02 Oktober 2015

Info Pemilihan Bujang Gadis Provinsi Bengkulu tahun 2015

Yang ngakunya orang Bengkulu terus  cinta banget sama Bengkulu, belum afdhal kalo belum Ikutan Pemilihan bujang Gadis Provinsi Bengkulu 2015, yuuk buruan daftar! .jangan sampai ketinggalan




Kaliankah wajah baru pelestari Budaya, Adat Istiadat dan Pariwisata Provinsi Bengkulu ?
Daftarkan segera diri mu di Pemilihan Bujang Gadis Provinsi Bengkulu 2015.
PERSYARATAN :
1. Mengisi formulir pendaftaran
2. Usia 16 s/d 25 tahun belum menikah
3. Tinggi minimal Gadis 160 cm, Bujang 165 cm (berat badan proporsional).
4. Foto close up 4R seluruh badan 1 lembar dan pas photo warna 4x6 sebanyak 1 lembar
5. Fotocopy identitas diri
6. fotokopi sertifikat prestasi (kalau ada)
7. Mempersiapkan bahan presentasi minimal 3 potensi wisata Provinsi Bengkulu dalam format Power Point
8. membayar biaya pendaftaran Rp. 150.000,-
9. Seluruh persyaratan administrasi dimasukkan dalam Map Plastik berlubang Merah (Bujang) dan Kuning (Gadis)
TEMPAT PENDAFTARAN :
*Alesha Wisata Travel Agent
Jl. Sudirman depan UNIHAZ
*Sekretariat Ikatan Bujang Gadis Prov.Bengkulu Perumahan Bumi Nusa Lestari No. 53 Jln. Depati Payung Negara Pekan Sabtu Kota Bengkulu
info lebih lanjut :
Bujang Hakiki :
089516134213 ( 54B39B9E )
Bujang Zemri :
089690104302 ( 53D64712 )
Gadis Anggi :
089625198390 ( 59B0EDD7)
Gadis Nidia :
085273553358
Bujang Anggara ( 585bf4d9 ) 085664940006
Informasi lebih lanjut ikuti
Twitter @bujanggadisBKL
IG @bujanggadisbengkulu
fb Duta Wisata Provinsi Bengkulu
Now it's your turn.
Don't miss the chance to be
a part of our family  Jadilah Duta Budaya dan Pariwisata yang memberikan kontribusi nyata dalam memajukan Bengkulu melalui Ikatan Bujang Gadis Provinsi Bengkulu
Ikatan Bujang Gadis Provinsi Bengkulu
Duta Budaya dan Pariwisata
Provinsi Bengkulu

#Salam Cerdas Berbudaya..





Minggu, 20 September 2015

MAKALAH HUKUM ADAT DI INDONESIA


MAKALAH HUKUM ADAT  DAN KEARIFAN LOKAL
(HUKUM ADAT DI INDONESIA)
45707_549003888473425_1287162159_n.jpg
Di susun oleh:     
Meira Wulandari                  131615
Nidia Permata Sari               1316150515
Noval Yurizal                         131615

Dosen                        :  Edi Riyanto, SH., MH
Jurusan/ Prodi         : Syariah/ Hukum Tata Negara
Fakultas                    : Syariah dan Ekonomi Islam


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
 TAHUN 2015

PEMBAHASAN
HUKUM ADAT DI INDONESIA

A.    SEJARAH DAN LAHIRNYA HUKUM ADAT
Dalam buku Van Vollenhoven berjudulDe Ontdekking Van het Adatrecht” Penemuan Hukum Adat” timbul pertanyaan, siapa yang menemukan hukum adat? Apakah hukum adat ditemukan oleh orang Indonesia? Sejak kapan Hukum Adat itu ditemukan? Tentu saja hukum adat  tidak ditemukan  oleh orang  Indonesia sendiri, ibarat orang yang hilang, tidakmungki ia menemukan dirinya sendiri. Atau  orang baru tentu saja ia tidak menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, Hukum Adat tentu ditemukan oleh orang asing, sebab sebagaimana dikatakan  oleh Vov Savigny Hukum itu ‘ist und mit dem volke’ yang disebut ‘volkgeeist’  (Jiwa bangsa/ masyarakat). [1]
Indonesia sudah lama mempunyai Hukum Adatnya sendiri, hanya saja baru terkenal dan dipelajari sejak banyak peneliti Hukum dari luar negri  masuk ke Indonesia bersamaan dengan para penjajah. Penemuan hukum adat tidak dilakukan dengan sengaja artinya oleh seseorang yang memang sengaja melalui sebuah proyek untuk mencari dan menemukan hukum Adat.
Penemuan Hukum Adat terjadi sejak akhir abad 19 dan 20  sebagai akibat dari peningkatan perhatian orang terhadap Hukum Adat masyarakat-masyarakat sedrhana di Wilayah Indonesia. Para perintis Hukum Adt tidak hanya melakukan sebuah gambaran tentang kebudayaan, tetapi lebih fokus dan spesifik yaitu Hukum Adat, bahkan lebih spesifik lagi seperti Hukum adat Tanah, atau Desa dan sebagainya. Banyak dalam Buku-buku Hukum Adat ini yang menulis tentang daerah-daerah di Bengkulu adau suku-suku di Bengkulu, walaupun tidak ada penjabaran yang lengkap didalamnya. Hal itu dikarenakan dulunya banyak  perintis yang melakukan penelitian di wilayah Bengkulu sperti Willian Marsden pernah meneliti daerah Rejang, Thomas Stamford Raffles penelitiannya di wilayah Bengkulu. [2]Dan masih ada beberapa lainnya.
Hukum adat ditemukan melalui sebuah proses panjang melalui tahap-tahap:
a.       Rasa ketertarikan seseorang ketika melihat bahwa ada sebuah adat kebiasaan atau adat istiadat yang berbeda dengan adat istiadat di daerah mereka. Mereka melakukan  deskripsi tentang perjalannnya, pengalaman sehari-hari  mereka, gambaran ini di sebut Etnografi
b.      Dari rasa ketertarikan itu meningkat menjadi sebuah studi  tentang kebudayaan masyarakat (pendekatan) disebut dengan Etnologi.
c.       Lalu menningkat menjadi  Antropologi( manusia an kebudayaan, dimana terdapat didalamnya hukum adat).

Berbicara tentang sejarah Hukum Adat, maka kiranya dapat dikemukakan, bahwa sejarah hukum adat itu dapat dipisah-pisahkan dalam:
a)      Sejarah proses pertumbuhan atau perkembangan hukum Adat itu  sendiri.
b)      Sejarah Hukum Adat sebagai sistem Hukum dari tidak/ belum dikenal hingga samapai dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan.
c)      Sejarah kedudukan Hukum Adat, sebagai masalah politik Hukum, di dalam sistem perundang-undangan di Indonesia
Namun pada makalah ini kami akan membahas Sejarah proses perkembangan Hukum adat saja (point a), karena  dua materi lainnya akan dibahas dalam makalah selanjutnya.

Proses Perkembangan HukumAdat
Hukum adat lahir dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan, keputusan para warga masyarakat hukum, terutama keputusan  berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum; atau dalam hal bertentangan kepentingan-keputusan para hakim yang bertugas  mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan itu-karena kesewenangan atau kurang pengertian- tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat. Serta pengaruh dan  yang dalam pelaksanaannya berlaku serta-merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
Keputusan itu bukan saja keputusan mengenai suatu sengketa resmi, tetapi juga diluar itu berdasarkan keturunan (musyawarah) dan keputusan tersebut diambil dari  nilai-nilai yang hidup  sesuai dengan  alam rohani dn hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan itu.
 Indonesia ini kaya dengan Hukum Adatnya. Misalnya  pada tahun 1000. Masa pemerintahan raja Dharmawangsa di Jawa Timur telah disusun sebuah kitab hukum namanya Civacasana yang merupakan kitab hukum tertua. Pada masa  pemerintahan Hayam Wuruk tahun 1331-1364 dengan  patihnya yang terkenal bernama Gajahmanda juga   membuat kitab  hukum   bernama Gajahmada. Pengganti Gajah Manda , tahun 1413-1430 Kanaka juga demikian  memerintahkan untuk dibuatkan sebuah kitab hukum  sebagai pedoman bagi anggota masyarakatnya, untuk   berprilaku, namanya   Adigma. Di Bali juga ditemukan sebuah kitab  hukum  bernama Kutaramanawa.
            Dengan  melihat kitab-kitab  hukum   diatas, sebenarnya jauh sebelum  kedatangan   bangsa  Barat  seperti Spanyol , Portugal, Belanda dan Inggreis, sejak    Abad ke- IV    yaitu kedatangan   bangsa    Hindu  dari India, karena pengaruh kerajaan-kerajan itu, mereka    telaah mengenal   aturan-aturan  sebagai pedoman berprilaku yang kita  sebut Hukum. Jadi ,di negeri ini bukannya negeri yang tanpa hukum.tidak hanya itu,pada komunitas-komunitas lokal,seperti di flores,sumba,bali,dan nusa tenggara mereka telah mengenal aturan hidup yang kita disebut hukum.kitab-kitab hukum itu,baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis karena pengaruh politik yaitu  kerajaan- kerajaan.akan tetapi,dimana suku-suku tangberpengaruh yaitu masyarakat tanpa kerajaan,mereka juga mengenal aturan aturan berperilaku namun tidak tertulis.disamping itu ada beberapa kitab kuno pada beberapa hukum adat seperti:
a.       Di Tapanuli
Ruhut Parsaoran  di Habatahon (Kehidupan Sosial di tanah Batak)
Patik Dohot Uhum ni Halak Batak (Undang-undang dan Ketentuan-ketentuan Batak)
b.      Di Jambi
Undang-undang Jambi
c.       Di Palembang
Undang-undang Simbur Cahaya (Undang-undang tentang Tanah di daratan tinggi daerah Palembang).
d.      Di Minangkabau
Undang-undang Nan Dua puluh ( Undang-undang  tentang Hukum adat delik di Minangkabau)
e.       Di Sulawesi Selatan
Buku Undang-undang perniagaan dan pelayaran dari suku Bugis Wajo. Kumpulan keputusan-keputusan serta pemberitahuan para raja-raja yang disebut Latowa (Bugis) dan Rampang (Makasar).
f.       Di Bali
Awig-awig (Peraturan Subak dan desa) dan agama desa ( perturan desa) yang ditulis diatas daun lontar.
g.      Peraturan-peraturan yang dikeluarkan Kerajaan amupun kesultanan dahulu, seperti sebagai berikut:
-          Di Jawa
Mataram- Kediri/Singosari-Mojopahit-Demak/Pajang-Mataram II-Sunan Pakubuwono –Sultan Hamengkubuwono-Mangkunagoro- Paku Alam- Tarumanegara-Pajajaran- Jakarta- Banten- Cirebon.
-          Di Sumatera
Sriwijaya, Indragiri, Asahan, serdang, langkat, deli, Aceh
-          Di Kalimantan
Pontianak, Kutai Bulungan
-          Di Sulawei
Goa, Bone, Bolaang Mongandow, Talaud, BOUL.
-          Di Maluku
Ternate, Tidore
-          DI Nusa Tenggara
Kupang, Bima, Sumbawa, Ende, Bulelen, Bdung, Gianyar[3]


Peraturan adat istiadat  kita ini, pada hakikatnya sudah terdapat  pada zaman kuno, zaman pra Hindu. Adat istiadat yang sudah hidup dalam masyarakat pra-Hindu tersebut menurut para ahli-ahli hukum adat merupakan adat-adat melayu- Polinesia.
      Lambat laun datang dari kepulauan kita ini kultur Hindu, kemudian  kultur Islam dan kultur kristen yang masing-masing memengaruhi kultur asli tersebut.
      Pengaruh kultur-kultur pendatang dimaksud  diatas  itu  sangat besar, sehingga akhirnya kultur asli yang sejak lama menguasai  tata kehidupan masyarakat Indonesia itu terdesak. Dan kini menurut  keadaan serta kenyataan hukum adat yang hidup pada rakyt itu adalah merupakan hasil akulturasi antara peraturan-peraturan adat istiadat jaman pra Hindu dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa  kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen. Hasil akulturasi ini dapat digambarkan seperti oleh Dr. Soekanto dalam bukunya “ Meninjau Hukum Adat Indonesia”  halaman 54 menyatakan sebagai berikut:” Jika  kita mengeluarkan pertanyaan, hukum apakah menurut kebenaran, keadaan, yang bahagian terbesar terdapat dalam hukum adat Indonesia, jawbannya ialah: Hukum Melayu- Polinesia yang asli itu, dengan disana-sini sebagai bahagian yang kecil, hukum-agama.
Hukum Adat:
1.      Hukum Asli.
2.      Bagian-bagian dari Agama
Prof. Djojodigoeno menyatakan bahwa pokok pangkal hukum adat Indonesia adalah ugeran-ugeran yang dapat disimpulkan dari sumber-sumber tersebut diatas (kekuasaan pemerintah negara atau salah satu sendinya dan kekuasaan masyarakat  sendiri) dan timbul langsung sebagai pernyataan kebudayaan orang Indonesia asli, tegasnya sebagai  pernyataan rasa keadilan  dalam hubungan pamrih.
            Unsur lainnya yang tidak begitu besar  artinya atau luas  pengaruhnya ialah unsur keagamaan, teristimewa unsur-unsur yang dibawa agama Islam; pengaruh agama Hindu dan Kristen pun ada juga”.
                        Prof. Mr. Cornelis Van Vollenhoven:
Dalam bukunya "Het Adatrecht van Nederland Indie” jilid I eerste stuk dalam halam 9 menggambarkan hukum adat beserta unsur-unsurnya sebagai berikut:
“Inlandsrecht”
(Hukum Adat atau Hukum Pribumi)


Hukum Tidak tertulis                                      Yang ditulis
(Jus non Scriptum)                                         (jus Scriptum)

                  Hukum Asli Penduduk                             Ketentuan-ketentuan Hukum Agama



Oleh karena itu menyinggung sedikit teor-teori berikut yang berhubungan antara Hukum Adat dan Agama:

1.Receptio in Complexu
Receptio in Complexu merupakan teori yang dikemukakan oleh Lodewijk Willem Christian Van Den Berg (1845–1927). Teori ini bermakna bahwa hukum yang diyakini dan dilaksanakan oleh seseorang seharmoni dengan agama yang diimaninya. Oleh sebab itu, jika seseorang beragama Islam maka secara langsung hukum Islamlah yang berlaku baginya, demikian seterusnya. Dengan kata lain, teori ini dapat dipadankan dengan sebutan “teori penerimaan secara kompleks atau sempurna”.
2. Receptie Theorie
Receptie Theorie atau teori resepsi merupakan teori yang diperkenalkan oleh Christian Snouck Hurgronje (1857–1936). Teori ini selanjutnya ditumbuhkembangkan oleh pakar hukum adat Cornelis Van Vollenhoven (1874–1933) dan Betrand Ter Haar (1892–1941).
Teori resepsi berawal dari kesimpulan yang menyatakan bahwa hukum Islam baru diakui dan dilaksanakan sebagai hukum ketika hukum adat telah menerimanya. Terpahami di sini bahwa hukum Islam berada di bawah hukum adat. Oleh karena itu, jika didapati hukum Islam dipraktekkan di dalam kehidupan masyarakat pada hakikatnya ia bukanlah hukum Islam melainkan hukum adat. Teori ini dapat pula dipadankan dengan sebutan “teori penerimaan”.



3. Receptio a Contrario
Sebagaimana diutarakan di depan bahwa teori ini merupakan teori pematah–populer yang dikemukakan oleh Hazairin (1906–1975) dan Sajuti Thalib (1929–1990). Dikatakan sebagai teori pematah karena teori ini menyatakan pendapat yang sama sekali berlawanan arah dengan receptie theorie Christian Snouck Hurgronje di atas. Pada teori ini justru hukum adat-lah yang berada di bawah hukum Islam dan harus sejiwa dengan hukum Islam. Dengan sebutan lain, hukum adat baru dapat berlaku jika telah dilegalisasi oleh hukum Islam[4].

B.     PENGERTIAN HUKUM ADAT
Kata adat sebenarnya berasal dari bahasa Arab yang berarti kebijaksanaan. Pendapat lain menyatakan, bahwa adat sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta a (berarti “bukan”) dan dato (yang artinya “sifat kebendaan”). Dengan demikian, maka adat sebenarnya berarti sifat immateriil: artinya, adat menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan sistem kepercayaan.
Menurut M. Nasroen, maka “adat” minangkabau merupakan suatu sistem pandangan hidup yang kekal, segar serta aktual, oleh karena didasarkan pada:
1.      Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada alam yang nyata dan juga pada nilai positif, teladan baik serta keadaan yang berkembang.
2.      Kebersamaan dalam arti, seseorang untuk kepentingan bersama dan kepentingan bersama untuk seseorang.
3.      Kemakmuran yang merata.
4.      Pertimbangan pertentangan, yakni pertentangan, yakni pertentangan dihadapi secara nyata serta dengan mufakat berdasarkan alur dan kepatutan.
5.      Meletakkan sesuatu pada tempanya dan menempuh jalan tengah.
6.      Menyesuaikan diri dengan kenyataan.
7.      Segala sesuatunya berguna menurut tempat, waktu dan keadaan[5].
                        Menurut sistem adat Minangkabau maka adat sebenarnya dibagi empat yakni;
1.      Adat nan sabana adat, ialah sesuatu yang seharusnya menurut alur dan patut, segharusnya menurut agama, menurut perikemanusiaan, menurut tempat dan menurut masa.
2.      Adat nan teradat... adalah berdasarkan kenyataan terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam keadaan, umpamanya keadaan sesuatu negeri dengan negeri yang lain.
3.      Adat nan diadatkan.. adalah sesuatunya yang didasarkan atas mupakat ini harus pula berdasarkan alur dan patut.[6]
4.      Adat istiadat.
Didalam penelittian yang pernah diadakan oleh Fakultas Hukum Universitas Andalas dinyatakan antara lainsebagai berikut:
“pada umumnya adat itu dibagi atas 4 bagian, yaitu:
1.      Adat yang sebanar adat, ini adalah merupakan undang-undang alam. Dimana dan kapanpun dia akan tetap sama, antara lain adat air membasahi, adat api membakar dan sebagainya.
2.      Adat istiadat ini adalah peraturan pedoman hidup diseluruh daerah ini yang diperuntukkan selama ini, waris yang dijawek, pusako nan ditolong, artinya diterima oleh generasi yang sekarang dari generasi yang dahulu supaya dapat kokoh berdirinya.
3.      Adat nan teradat ini adalah kebiasaan setempat. Dapat ditambah ataupun dikurangi menurut tempat dan waktu.
4.      Adat yang diadatkan. Ini adalah adat yang dapat dipakai setempat, seperti dalam satu daerah adat menyebut dalam perkawinan mempelai harus memakai pakaian kebesaran, kalau tidak maka helat tidak akan menjadi; tapi pada waktu sekarang karena sukar mencari pakaian kebesaran itu maka pakaian bisa saja dapat dipakai oleh memepelai tadi.
Maksud dari penjelasan di atas mengenai adat, adalah untuk mendapatkan suatu gambaran yang diambil dari kenyataan di Indonesia, untuk di masukkan dalam kerangka perkembanagn dari perilaku hingga menjadi hukum adat, yang pendekatannya bersifat sosiologis. Bagaimanakah perkembangan selanjutya, sehingga adat-istiadat menjadi hukum adat.
Adat istiadat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya tergantung pada masyarakat (atau bagian masyarakat) yang mendukung adat istiadat tersebut terutama yang berpangkal tolak pada perasaan keadilannya.
Untuk mengetahui bilamanakah hukum adat timbul, maka perlu ditelaah perihal perwujudan kaidah hukum yang merupakan kenyataan hukum.
“kaidah hukum didalam kenyatannya terwujud didalam pergaulan hidup manusia.”
            Yang dimaksud keputusan hukum (rechtsbeslissing), adalah sebagai berikut:
“semua perilaku dalam pergaulan hidup yang didasarkan pada dan terdorong oleh pandangan hukum, yang dpat diketahui dari anggapan tentang keawajiban pribadi serta pribadi-pribadi lainnya, merupakan keputusan hukum dalam artian ini adalah, keputusan untuk melangsungkan perkawinan, penguasaan atas harta waris, mengadakan perjanjian-perjanjian, pembayaran, pelepasan, pemberian izin, pemberi keputusan, pengeluaran undang-undang.”
Terjemahan bebas dari inti ajaran keputusan tersebut, adalah sebagai berikut, adalah sebagai berikut:
1.      Apabila para warga masyarakat berperilaku yang ternyata didasarkan kepada keyakinan bahwa masyarakat menghendakinya dan dapat memaksakan hal itu dapat dinamakan keputusan hukum dari warga-warga masyarakat.
2.      Tidak ada suatu alasan untuk menyebut hal lain sebagai hukum, kecuali keputusan-keputusan yang mengandung hukum, dari pejabat-pejabat hukum yang telah diangkat.
Dengan demikian dapatlah dikataka, bahwa keputusan yang diambil oleh penguasa kepala adat dan hakim, haruslah dilihat sebagai suatu kaidah hukum individual yang menyimpulkan kaidah hukum kaidah hukum umum yang berlaku bagi kasus-kasus yang sama. Mereka yang berwenang untuk memberikan keputusan harus sadar akan tanggung jawabnya turut membentuk hukum, dan memperhatikan keputusan-keputusan sebelumnya dari mereka yang berwenang pula.
Selain itu mengenai pengertian Hukum Adat ini dapat pula kita pahami berdasarkan pendapat para ahli, seperti berikut:
a.       Prof. MR c. Van Vollenhoven
Hukum Adat adalah  hukum yang tidak bersumber dari kepada peraturan-peratuan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda Dahulu. [7]
b.      Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
c.       Dr. Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
d.      Mr. J.H.P. Bellefroit
Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.[8]
e.        Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H.
Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan peraturan.
f.       Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah kaidah kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
g.      Soeroyo Wignyodipuro, S.H.
Hukum adat adalah suatu ompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum ( sanksi ).
h.      Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Hukum adat itu adalah suatu  kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).



C.    WILAYAH HUKUM ADAT
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut kukuban hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2.      Tanah Gayo, Alas dan Batak
1.      Tanah Gayo (Gayo lueus)
2.      Tanah Alas
3.      Tanah Batak (Tapanuli)
1.      Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
2.      Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
3.      Nias (Nias Selatan)
3.      Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
4.      Mentawai (Orang Pagai)
5.      Sumatera Selatan
1.      Bengkulu (Renjang)
2.      Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
3.      Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
4.      Jambi (Batin dan Penghulu)
5.      Enggano
6.      Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
7.      Bangka dan Belitung
8.      kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya,    Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
9.      Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)
10.  Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
11.  Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
12.  Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
13.  Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
14.  Irian
15.  Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
16.  Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
17.  Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
18.  Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
19.  Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)[9]

D.    SUMBER-SUMBER HUKUM ADAT
Menurut Prof. M.M. Djojodigoeno S.H Sumber Hukum Adat Indonesia adalah ugeran-ugeran (norma-norma kehidupan sehari-hari) yang langsung timbul sebagai pernyataan kebudayaan orang Indonesia Asli, tegasnya sebagai pernyataan rasa keadilannyadalam hubungan pamrih. (Hubungan pamrih adalah hubungan antar orang dengan sesamanya guna usaha memenuhi kepentingan= “business relations”, “ zakelijke verhoudingen”). [10]
Lain halnya seperti yang  terdapat dalam buku Soerjono Soekanto Sumber-Sumber Hukum Adat Terdiri:
1.      Kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan tradisi rakyat
2.      Kebudayaan tradisional rakyat
3.      Ugeran-ugeran yang langsung timbul sebagai pernyataan kebudayaan orang Indonesia asli, tegasnya sebagai pernyataan rasa keadilan dalam hubungan pamrih
4.      Perasaan keadilan yang hidup dalam hati nurani rakyat
5.      Pepatah-pepatah adat
6.      Yurisprudensi adat
7.      Laporan-laporan dari komisi-komisi penelitian yang khusus dibentuk
8.      Dokumen-dokumen berisi ketentuan-ketentuan hokum yang hidup pada masa itu baik berupa piagam-piagam (pepakem cirebon) peraturan-peraturan (awing-awing) mapun keputusn-keputusan (rapang-rapang makasar)
9.      Buku undang-undang yang dikeluarkan raja-raja atau sultan-sultan
10.  Buku-buku yang ditulis oleh para sarjana

E.     UNSUR-UNSUR
Menurut Soerojo dalam bukunya Hukum Adat memiliki dua unsur, yaitu:
1.      Unsur Kenyataan: bahwa adat itu dalam keadaaan yang sama  selalu diindahkan oleh rakyat.
2.      Unsur Psikologis,bahwa terdapat  adanya keyakinan  pada rakyat, bahwa adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.
Unsur inilah yang menimbulkan adanya kewajiban  hukum( opinio yuris necessitatis). 
Selain itu Soerjono Soekanto dalam bukunya juga menyebutkan Unsur-unsur Hukum Adat sebagai berikut:
1.      Hukum asli Indonesia
2.      Hukum agama
3.      Kenyataan walaupun hukum adat ini tidak tertulis tapi dipatuhi oleh masyarakat
4.      Punya kekuatan hukum[11]
5.      Bidang-bidang hukum adat
Adapun Unsur lainnya yang kami kutip, unsur- unsur Hukum Adat terdiri dari:
1. Unsur Asli
a. Perbuatan Tingkah Laku masyarakat
b.  Keputusan- keputusan para tokoh adat/para yg berwibawa
c. unsur Agama
2. Unsur Asing
Terbentuknya hukum adat melalui unsur asing, itudikarenakan hukum adat bersifat terbuka, ia tidak menolak unsur-unsur yang datang dari luar, asalsaja tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri. [12]
 contoh : terjadinya perkawinan di antara dua orangyang berbeda adat.

F.     BIDANG-BIDANG HUKUM ADAT
Mengenai pembidangan hukum adat terdapat berbagai variasi, yang berusaha untuk mengidentifikasikan kekhususan hukum adat, apabila dibandingkan dengan hukum barat. Van volienhopen berpebdapat bahwa pembidangan hukum adat adalah sebagai berikut[13]:
1.      Bentuk-bentuk masyarakat hukum adat
2.      Tentang pribadi
3.      Pemerintah dan peradilan
4.      Hukum keluarga
5.      Hukum waris
6.      Hukum perkawinan
7.      Hukum tanah
8.      Hukum hutang piutang
9.      Hukum delik
10.  Sistem sanksi
11.  Hukum pelanggaran
Di dalam bukunya yang berjudul Het Adatprivaatrecht van west Jawa (19533) yang kemudian diterjemahkan oleh Ny. Nani Soewondo dengan judul Hukum Perdata Adat Jawa Barat, Soepomo menyajikan pembidangan, sebagai berikut:
1.      Hukum keluarga
2.      Hukum perkawinan
3.      Hukum waris
4.      Hukum tanah
5.      Hukum hutang piutang
6.      Hukum pelanggaran
Ter Haar didalam bukunya Beginselen en stelsel van bet Adat-recht, mengemukakan pembidangan, sebagai berikut:
1.      Tata masyarakat
2.      Hak-hak atas tanah
3.      Transaksi-transaksi tanah
4.      Transaksi-transaksi dimana tanah tersangkut
5.      Hukum hutang piutang
6.      Lembaga/yayasan
7.      Hukum pribadi
8.      Hkum keluarga
9.      Hukum perkawinan
10.  Hukum delik
11.  Pengaruh lampau waktu
Pembidangan hukum adat sebagaiman adikemukakan oelh para sarjana tersebut diatas, cebderung untuk di ikuti oelh para ahli hukum adat pada dewasa ini[14]. Surojo Wignjodiporo, misalnya, menyajikan pembidangan sebagai berikut;
1.      Tata susunan rakyat indonesia
2.      Hukum perseorangan
3.      Hukum kekeluargaan
4.      Hukum perkawinan
5.      Hukum harta perkawinan
6.      Hukum (adat) waris
7.      Hukum tanah
8.      Hukum hutang piutanghukum (adat) delik
Soerjono dalam bukunya membagi  bidang-bidang Hukum Adat Meliputi:
1.      Hukum Negara
2.      Hukum Tata Usaha Negara
3.      Hukum Pidana ( Soepomo: Hukum Adat Delik)
4.      Hukum Perdata
5.      Hukum Antar Bangsa Adat[15]
Dari semua macam hukum (Soerjono) tersebut diatas, hanya hukum perdata Adat materiil-lah yang tidak terdesak oleh zaman penjajahan, sehingga olehk\ karenanya hingga kini masih berlaku dengan mengalami pengaruh-pengaruh yang tidak sedikit. Sistem hukum adat sesungguhnya tidak mengenal pembagian hukum dalam dua golongan: hukum privat/sipil dan hukum publik. Pembagian yang demikian ini adlah diintrodusir oleh para sarjana Hukum Barat (Belanda) yang memiliki sistematik hukum yang melandaskan pada golongan yang demikian itu.
Pelbagai pembidangan tersebut diatas, disajikan agar mendapatkan suatu gambaran yang relatif menyeluruh. Pembidangan hukum adat harus merupakan suatu refleksi dari sistem masyarakat yang mendukung hukum adat tersebut. Refleksi tersebut akan diperoleh dengan menetapkan metode indukatif, yang bertitik tolak pada kekhususan-kekhususan untuk kemudian disimpulakan menjadi suatu pola yang umum sifatnya.
Dengan melakukan klafikasi, maka  dapat dilakukan inventarisasi terhadap siapa yang menjadi pejabat/penguasa pada suatu masyarakat dan sudah tentu istilah yang dipergunakan untuk menyebut sipa penguasa itu tidak sama untuk tiap masyarakat yang bersangkutan.


G.     MASYARAKAT HUKUM ADAT
Suatu masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Masyarakat merupakan suatu sistem sosial, yang menjadi wadah dari pola-pola interaksi sosial atau hubungan interpersonal maupun hubungan antar kelompok sosial.
Hazarin memberikan suatu uraian yang relatif panjang mengenai masyarakat hukum adat, sebagai berikut[16].
“masyarakat-masyrakat Hukum Adat seperti desa di Jawa, marga di Sumatera Selatan, nagari di Minangkabau, kuria di Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan, adalah kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan  kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilineal, matrilineal, atau bilateral) mempengaruhi sistem pemerintahnya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri; komunal, dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan selalu mempunyai peranan yang besar.”[17]
Selanjutnya, maka Hazarin menyatakan, bahwa masyarakat-masyarakat hukum adat tersebut juga terangkum dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 194, yang isinya adalah sebagai berikut:
“pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya, ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.”
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.      Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenbeidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat Staat juga.
Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil,
Didaerah-daerah yang otonom (streek dan locale rechtsge meenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanyaa menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerahh, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
2.      Dalam teritorial Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende landschappen dabn Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negari di Minangkabau, dusn dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mmepunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturannegara mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
Apabila setiap masyarakat hukum adat tersebut ditelaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya. Menurut Soepomo, maka masyarakat-masyarakat hukum adat di Indonesia dapat dibagi atas dua golongan menurut dasar susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu keturunan (genealogi) dan yang berdasar lingkungan daerah (territorial); kemudian hal itu ditambah lagi dengan susunan yang didasarkan pada kedua dasartersebut diata. Dari sudut bentuknya, maka masyarakat hukum adat tersebut ada yang berdiri sendiri, menjadi bagian dari masyarakat hukum adat yang lebig tinggi atau mencakup beberapa masyrakat hukum yang lebih rendah, serta merupakan perserikatan dari beberapa masyarakat hukum yang sederajat. Masing-masing bentuk masyarakat hukum adat tersebut, dapat dinamakan sebagai masyarakat hukum adat yang tinggal. Masyarakat Hukum Adat.
Suatu contoh masyarakat hukum adat yang diambil berdasar data primer, adalah masyarakat hukum adat yang diambil berdasar data primer, adalah masyarakat hukum adat yang dijumpai di Daerah Lampung (“lampung” berasal dari kata “lampung” yang berati mengambang di air) menurut cerita-cerita orang-orang tua, berasal dari daerah Segala Berak Pagaruyung yang terletak didataran berlalau, di kaku Bukit Pesagi disebelah selatan danau ranau, Krui. diceritakan bahwa pada waktu itu berdiam beberapa clan (kebudayaan) di daerah tersebut. Oleh sebab beberaoa alasan tertentu, mereka kemudian menyebar dan merantau kesegenap penjuru daerah yang sekarang dinamakan Lampung, diujung pulau Sumatera yang luasnya hampir sama dengan daerah Jawa Tengah.

Contoh lain sebagai berikut:
Di Tapanuli
Masyarakat hukum adat di Tapanuli, adalah masyarakat hukum yang mempunyai bentuk bertingkat. Masyarakat hukum adat atasan disebut kuria (Tapanuli Selatan) dan Luhat (Padanglawas). Masyarakaat hukum adat atasan ini terdiri dari beberapa masyarakat hukum adat bawahan yang disebut huta. Kepala kuria dan kepala huta adalah seorang yang berasal dari marga asal, yaitun seorang keturunan pembuka tanah dan pembuka huta . kepala kuria disebut Raja Panusunan. Marga-marga yang lain yang ikut bertempat tinggal di dalam huta atau kuria itu mempunyai seorang wakil.wakil dari marga lain yang lebig dulu tinggal di dalam huta atau kuria itu merupakan pembantu pertama dari kepala kuria (raja panusunan) atau kepala huta. Wakil utama itu disebut dengan Raja Imboru (Tapanuli Tengah), Bayo-bayo Na Godang (Tapanuli Selatan). Wakil dari marga lainnya disebut Natoras[18].
Di Minangkabau
Di Minangkabau terdapat bentuk masyarakat hukum adat bertigkat. Masyarakat hukum adat atasan di sini disebut Nagari. Nagari terdiri atas suku-suku, yang masing-masing suku dikepalai oleh seorang kepala suku.
Di daerah Tanah Agam di mana berlaku adat Bodi Caniago, pimpinan Nageri terletak di tangan permufakatan para penghulu andiko yang sederajat kedudukannya. Kerapatan Nageri di sinimerupakan lembaga kekuasaan yang tertinggi.
Di daerah Koto Piliang (Tanah Datar dan Limapuluh Koto) suku dikepalai oleh kepala suku, yang dinegeri Taram disebut sebaga Pucuk Suku mempunyai penghulu-penghulu bawahan yaitu: bendaro, panglimo dan kadi. Pejabat-pejabat ini bersama-sama atau sendiri-sendiri juga disebut penghulu kaampek suku, mempunyai sejumlah penghulu andiko di bawah kekuasaannya. Bandaro mempunyai juga seorang pejabat bawahan yang khusus yang disebut mantri, sedang hulubalang, adalah bawahan dari panglimo. Kadi mempunyai kekuasaan atas tiga pejabat tertentu, yaitu imam, chatib dan bilal[19].
Mantri, adalah petugas yang dapat disamakan dengan polisi. Ia menyampaikan surat-surat dari penguasa-penguasa suku, mengumumkan keputusan-keputusan dan menangkap mereka yang dipandang merugikan suku Hulubalang, adalah petugas yang bertanggung jawab mengenai pertahanan masyrakat.
Di Sumatera Selatan
Di sini, masyarakat hukum adat atasannya disebut marga, sedangkan dusun untuk masyrakat hkum adat bawahan. Marga dipimpin oleh kepala marga yang disebut pusirah, sedangkan dusun dipimpin oleh kria, protain atau mangku.
Di Jawa Barat, Tengah, Timur dan Bali:
Masyarakat hukum adat di sini pada umumnya disebut desa. Dan digambarkan sebagai masyarakat hukum yang berbentuk tunggal. Desa dikepalai oleh seorang kepala desa yang disebut: jaro (banten), lurah, kuwu, bekel, atau petinggi (Jawa Tengah dan Timur) dan Klian (Bali).
Di dalam melaksanakan peranannya sehari-hari, kepala desa dibantu okeh sekelompok orang yang tergabung sebagai perabot desa. Di Jawa, desa mempunyai perabot desa yang anatara lain adalah:
Conkoq             = wakil kepala desa,
Carik                 = penulis,
Kamitua            = bendahara desa,
Bayan               = pesuruh desa,
Modin/kaum     = petugas keagamaan (islam)
Jaga-baga         = petugas kepolisian, dan
Ulu-ulu             = perugas irigasi.
Pada federasi desa, umpamanya di Jawa Tengah bagian Selatan kepala federasi perabot di namakan Glondong[20].
Selain dari pada beberapa masyarakat hukum adat yang telah dijadikancontoh dalam membicarakan mengenai bentuk masyarakat hukum adat seperti yang telah dibicarakan tadi, dibawah ini ditampilkan pula beberapa contoh masyarak hukum adat lain, dengan maksud agar dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai bentuk masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia



PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Hukum adat itu adalah suatu  kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat lahir dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan, keputusan para warga masyarakat hukum, terutama keputusan  berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum. keputusan tersebut diambil dari  nilai-nilai yang hidup  sesuai dengan  alam rohani dn hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan itu.
Jauh sebelum  kedatangan   bangsa  Barat  seperti Spanyol , Portugal, Belanda dan Inggreis, sejak    Abad ke- IV    yaitu kedatangan   bangsa    Hindu  dari India, karena pengaruh kerajaan-kerajan yang ada di Indonesia   maka masyarakat Indonesia dapat kita sebut telah  mengenal   aturan-aturan  sebagai pedoman berprilaku yang kita  sebut Hukum. Jadi  negeri ini bukannya negeri yang tanpa hukum. tidak hanya itu, pada komunitas-komunitas lokal, seperti di flores, sumba, bali,dan nusa tenggara mereka telah mengenal aturan hidup yang kita disebut hukum.

B.     SARAN
Perubahan-perubahan  Hukum adat yang ada di Indonesia, tak lepas dari pengaruh barat tempo dulu, oleh karena itu mari kita sekarang sama-sama mulai menjaga  Hukum Adat di Indonesia, karena tak dapat dipungkiri kearifan lokal dan warisn budaya yang kita miliki sangat menarik perhatian asing untuk mempelajarinya.


NB. CANTUMKAN ALAMAT BILA INGIN MENGCOPY
DAFTAR PUSTAKA

Rato, Dominikus. 2014. Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar). Laksbang Justitia: Surabaya
Haar, Ther. 1980. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Pradnya Paramita: Jakarta Pusat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1984 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat Ditingkat Desa/kelurahan
Soekanto,  Soerjono. 2005.Hukum Adat Indonesia. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Ismail, Badruzzaman. 2003. Bunga Rampai Hukum Adat. Banda aceh
Soekanto, Soerjono. 1986. Kedudukan Kepala Desa Sebagai Hakim Perdamaian. Cv Rajawali: Jakarta






[1] Dominikus Rato. Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar). Laksbang Justitia: Surabaya hlm 142

[2] Ibid hlm 157
[3] Soerjono Wigndjodiporoe. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. PT. Toko Gunung Agung.1995. hlm 28
[5] Soerjono Soekanto. Hukum Adat Indonesia.  Raja Grafindo Persada Jakarta 2005.  hal 70
[6] Ibid hal 72
[7] Soerjono Wigndjodiporoe op cit  hlm 15
[10] Soerojo Wignjodipoero, op cit hlm 17
[11] Op cit Soerjono Soekanto hal 95
[13] Soerjono, soekanto. Kedudukan Kepala Desa Sebagai Hakim Perdamaian. Cv Rajawali: Jakarta 1968
[14] Badruzzaman ismail. Bunga Rampai Hukum Adat. Banda aceh. 2003 hal 1
[15] Soerjono Wigndjodipoero, op cit hlm 18
[16] Soerjono Soekanto op cit hal  93
[17] Op cit hal 94
[18] Loc cit
[19] Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1984 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat Ditingkat Desa/kelurahan
[20] ibid